Kultur Jaringan Tanaman: Pengertian, Faktor Keberhasilan, Tipe-Tipe Regenerasi Eksplan, dan Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh

Kultur jaringan tanaman (disebut juga sebagai kultur in vitro) adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian dari tanaman baik berupa sel, jaringan atau organ kemudian menumbuhkannya pada media buatan dengan keadaan yang terkontrol dan steril sehingga bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap dan sama seperti induknya (Leva dan Rinaldi, 2012).

Kegiatan kultur jaringan tanaman

George et al. (2007) menyatakan bahwa keberhasilan perbanyakan melalui kultur jaringan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah sumber eksplan, komposisi media kultur yang tepat berupa penggunaan media dasar, dan komposisi ZPT yang digunakan.

Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan inisiasi kultur. Hampir seluruh jaringan tanaman atau organ dapat digunakan sebagai eksplan, tergantung pada tujuan dan spesies tanaman yang akan dikulturkan (Wattimena et al., 2011).

Eksplan yang dikulturkan secara in vitro akan mengalami morfogenesis dan tumbuh menjadi planlet melalui dua jalur utama yaitu embriogenesis somatik dan organogenesis. Masing-masing terbagi lagi menjadi dua cara, yaitu secara langsung (direct) dan secara tidak langsung atau melalui fase kalus (indirect) (Dwiyani, 2015). Menurut Talon et al. (2020), regenerasi eksplan melalui jalur organogenesis langsung menghasilkan planlet yang memiliki kestabilan genetik lebih tinggi dibandingkan regenerasi eksplan melalui fase kalus.

Regenerasi eksplan melalui organogenesis langsung dibedakan menjadi dua tipe yaitu organogenesis langsung dari eksplan yang memiliki primordia tunas dan organogenesis langsung dari eksplan yang tidak memiliki primordia tunas. Organogenesis langsung tipe pertama dapat terjadi jika jaringan eksplan memiliki bakal tunas (pre-existing shoots) yang belum muncul ke permukaan, misalnya tunas apikal, tunas lateral, dan irisan buku atau ruas pada batang, sementara organogenesis langsung tipe kedua dapat terjadi jika tunas muncul secara langsung misalnya dari irisan daun (Dwiyani, 2015).

Media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan regenerasi eksplan (Lambardi et al., 2012). Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain media Murashige dan Skoog (MS), media Linsmaier dan Skoog (LS), media Nitsch dan Nitsch (NN), media Vacin dan Went (VW), media Gamborg (B5), dan media White (Dwiyani, 2015; Leva dan Rinaldi, 2012).

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah dapat merangsang, menghambat, atau mengubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen yang memiliki fungsi masing-masing dalam mempengaruhi proses fisiologi suatu tanaman (Asra et al., 2020). Urry et al. (2016) menambahkan tiga ZPT lain yang berhasil ditemukan yaitu brassinosteroid, jasmonate, dan strigolactone. Menurut Dwiyani (2015), ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah kelompok auksin dan sitokinin.

Auksin berfungsi untuk memacu pertumbuhan sel dan pembentukan kalus, merangsang embriogenesis somatik, dan merangsang pembentukan akar (Leva dan Rinaldi, 2012). Auksin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan
antara lain IAA (indole-3-acetic acid), IBA (indole-3-butyric acid), 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy-acetic acid), dan NAA (naphthalene-acetic acid) (Dwiyani, 2015).

Sitokinin merupakan turunan adenin yang berfungsi untuk merangsang pembelahan sel, merangsang pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksilar, serta menghambat pembentukan akar. Sitokinin terbagi menjadi dua jenis yaitu alami dan sintetik. Sitokinin alami antara lain trans-zeatin, cis-zeatin, iP, dihydrozeatin, dan zeatin riboside, sementara sitokinin sintetik terbagi menjadi dua tipe yaitu purin (turunan adenin dengan N6 tersubstitusi, 4-alkylaminopteridines, dan 6-benzyloxypurines) dan fenilurea (1,3-diphenylurea dan thidiazuron) (Bhatia et al., 2015). Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan antara lain BAP (6-benzylaminopurine), 2-iP (6-dimethylaminopurine), kinetin (N-2-furanylmethyl-1H-purine-6-amine), zeatin (6-4-hydroxy-3-methyl-trans-2-butenylaminopurine), dan thidiazuron (N-phenyl-N’-1,2,3 thiadiazol-5-ylurea) (Leva dan Rinaldi, 2012).

Rasio auksin dan sitokinin akan mempengaruhi arah morfogenesis eksplan yang dikulturkan. Rasio auksin yang lebih tinggi dari sitokinin akan menstimulasi terbentuknya akar, sedangkan rasio sitokinin yang lebih tinggi dari auksin akan menginduksi terbentuknya tunas. Apabila auksin dan sitokinin pada konsentrasi yang sama, maka akan terbentuk kalus (Dwiyani, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Asra, R., R.A. Samarlina, dan M. Silalahi. 2020. Hormon Tumbuhan. UKI Press. Jakarta.

Bhatia, S., T. Bera, R. Dahiya, dan K. Sharma. 2015. Modern Applications of Plant Biotechnology in Pharmaceutical Sciences. Academic Press. United States.

Dwiyani, R. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. Pelawa Sari. Bali.

George, E.F., M.A. Hall, dan G.J. De Klerk. 2007. Plant Propagation by Tissue Culture. Springer Dordrecht. Netherlands.

Leva, A. dan L. Rinaldi. 2012. Recent Advances in Plant In Vitro Culture. IntechOpen. United Kingdom.

Talon, M., M. Caruso, dan F. Gmitter. 2020. The Genus Citrus. Woodhead Publishing. Cambridge.

Urry, L.A., M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, dan J.B. Reece. 2016. Campbell Biology. Pearson Higher Education. Hoboken.

Wattimena, G.A., N.A. Mattjik, N.M.A. Wiendi, A. Purwito, D. Efendi, B.S. Purwoko, dan N. Khumaida. 2011. Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman. IPB Press. Bogor.

3 komentar

  1. Wah, kultur jaringan ya. Jadi inget pelajaran biologi pas SMA, hihi. Aku nggak begitu suka biologi, sukanya kimia, hehe. Kalo buat orang awam, sebetulnya praktek kultur jaringan tanaman ini penerapannya kayak apa sih kak di kehidupan sehari-hari? Kalo di rumah bikin setting kayak di lab gitu kan nggak mungkin ya, banyak variabel yang susah dikontrol kalo di rumah. Gimana tuh? Kasih paham dong...

    BalasHapus